• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Ariel dan Kawan-Kawan Tantang 5 Pasal UU Hak Cipta: Soroti Ketidakadilan Pembayaran Royalti!

img

Kabarterkini.my.id Assalamualaikum semoga harimu penuh berkah. Pada Artikel Ini saya akan membahas manfaat Hukum, Musik, Hak Cipta, Royalti, Keadilan Sosial yang tidak boleh dilewatkan. Catatan Penting Tentang Hukum, Musik, Hak Cipta, Royalti, Keadilan Sosial Ariel dan KawanKawan Tantang 5 Pasal UU Hak Cipta Soroti Ketidakadilan Pembayaran Royalti, Dapatkan gambaran lengkap dengan membaca sampai habis.

Permohonan Mahkamah Konstitusi Tentang UU Hak Cipta

Pada tanggal 24 April 2025, tim pengacara yang mewakili Ariel Noah dan 28 musisi Indonesia mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meninjau kembali beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Mereka meminta agar Pasal 9 ayat 3 dinyatakan konstitusional dengan makna bahwa penggunaan komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, asalkan royalti tetap dibayarkan.

Dalam pengajuannya, tim pengacara juga menyoroti Pasal 23 Ayat 5, yang menyatakan bahwa frasa setiap orang dapat dimaknai sebagai individu atau badan hukum yang menyelenggarakan acara pertunjukan. Hal ini berlaku kecuali terdapat perjanjian berbeda mengenai ketentuan pembayaran royalti. Dengan demikian, pemohon berharap agar ketentuan tersebut bisa mempermudah para pelaku seni dalam melaksanakan pertunjukan mereka.

Poin-Poin Penting dalam Permohonan

Pemohon juga menekankan bahwa kekeliruan dalam penafsiran Pasal 9 ayat 3 sering mengakibatkan perilaku diskriminatif di kalangan pelaku pertunjukan. Mereka mengeluhkan bahwa seringkali ada larangan bagi musisi tertentu untuk membawakan lagu-lagu karya pencipta tertentu. Hal ini, menurut mereka, menciptakan ketidakadilan dalam industri musik.

Selain itu, pemohon juga mengakui bahwa penafsiran terkait Pasal 81 UU Hak Cipta bisa mempersulit pelaku pertunjukan baru dalam mengakses lisensi hak pertunjukan. Mereka mencatat bahwa penerapan aturan yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian di kalangan pelaku seni.

Persoalan Lisensi dan Royalti

Dalam konteks ini, pemohon menyatakan bahwa Pasal 81 UU Hak Cipta seharusnya memastikan bahwa karya bergerak dengan hak cipta bisa digunakan secara komersial tanpa perlu mendapatkan lisensi dari pencipta, asalkan royalti tetap dibayarkan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Namun, tarif royalti yang tinggi untuk karya terkenal justru bisa menjadi beban bagi pelaku pertunjukan baru yang ingin berkembang.

Selain itu, pemohon menilai bahwa sistem direct licensing atau lisensi langsung malah berpotensi menyulitkan para musisi yang baru merintis karir mereka. Mereka berpendapat bahwa sistem ini lebih menguntungkan bagi musisi yang sudah terkenal, sehingga menciptakan ketimpangan dalam akses terhadap hak-hak mereka.

Dampak Aturan yang Ada

Pemohon juga mencatat bahwa bunyi Pasal 9 ayat 3 sering kali tidak jelas dan sering disalahartikan. Aturan yang ada dapat membatasi penggunaan komersial suatu karya seni tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Menurut mereka, hal ini sangat menghambat kreativitas dan perkembangan musisi di Indonesia.

Selanjutnya, tim pengacara menegaskan bahwa mereka menggugat lima pasal dalam UU Hak Cipta tersebut, termasuk Pasal 9 ayat 3, Pasal 23 ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 ayat 1, dan Pasal 113 ayat 2. Mereka berpendapat bahwa isi dari pasal-pasal ini bersifat diskriminatif dan tidak adil bagi sebagian besar musisi Indonesia.

Kesimpulan

Permohonan ini menggambarkan keresahan yang nyata di kalangan musisi mengenai ketidakadilan yang mereka alami dalam industri musik. Dengan peninjauan Mahkamah Konstitusi, diharapkan dapat ada penyesuaian aturan yang lebih adil dan transparan, sehingga semua pelaku seni memiliki kesempatan yang sama untuk berkarir dan berkontribusi dalam dunia musik Tanah Air.

Demikianlah ariel dan kawankawan tantang 5 pasal uu hak cipta soroti ketidakadilan pembayaran royalti telah saya jelaskan secara rinci dalam hukum, musik, hak cipta, royalti, keadilan sosial Saya berharap Anda mendapatkan insight baru dari tulisan ini selalu berpikir kreatif dalam bekerja dan perhatikan work-life balance. , Silakan share ke orang-orang di sekitarmu. semoga artikel lain berikutnya menarik. Terima kasih.

© Copyright 2024 - Berita Terkini
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads